Thursday, March 19, 2015

Menilik Tampilan Website Pikiran Rakyat Online


Di era menjamurnya teknologi, informasi dan internet, kini hampir semua media massa mempunyai portal berita. Yang asalnya hanya menerbitkan media cetak, kini sudah beralih ke media online. Media elektronik dan radio pun demikin. Masing-masing sudah memiliki portal bertia online. Begitupun dengan Harian Umum Pikiran Rakyat. Selain mempunyai media cetak, media lokal segementasi daerah Jawa Barat ini juga mempunyai media online dengan alamat web: www.pikiran-rakyat.com.

Sejarah

Seperti dijelaskan pada rubrik Tentang Kami di website-nya, pada mulanya Pikiran Rakyat “PR” Online dicetuskan oleh Bambang Triadji pada 1996 yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Teknologi Informasi "PR". Pada Juli 1996 dimulailah persiapan mendirikan "PR" Online. Dan setelah dua bulan mempelajari dan mencoba membuat tampilan "PR" Online, akhirnya dengan menggunakan piranti lunak Frontpage, "PR" online mulai tampil pada September 1996.

Konten dari "PR" Online saat itu identik dengan konten cetak. Pengelola adalah Bagian TI yang berada di bawah Direktur Operasional. Memasuki tahun 2005/2006, Redaksi mulai mencoba menangani "PR" Online dan mulai ada pembeda antara konten "PR" Online dan "PR" cetak. Redaksi "PR" Online mulai diisi personel dan dipimpin seorang Redaktur Pelaksana. Redaksi "PR" Online mulai mengedit sendiri berita kiriman wartawan dan juga mencari konten dari berbagai sumber lain.

Dalam kurun waktu 1996 hingga sekarang, berbagai perubahan tampilan "PR" Online, rubrikasi dan lain-lain disesuaikan dengan perkembangan jaman dan perkembangan pasar, di mana “PR” Online mulai menampilkan kategori berita yang berisi news update yang mengedepankan aktualitas dan kecepatan penyampaian kepada khalayak dengan karakteristik breaking news, realtime, dan running news.

Konten dan Rubrikasi

Pikiran Rakyat selalu identik dengan klub sepakbola asal Bandung, yaitu Persib. Oleh karenanya rubrik khusus Persib disediakan oleh “PR”. Bahkan tidak hanya media cetaknya, di online pun disediakan. Selain itu, rubrik nasional dan internasional pun ada di “PR” Online. Apalagi untuk rubrik Jawa Barat, jelas itu merupakan “senjata” andalan dari “PR” itu tersendiri.

Sementara untuk berita-berita lain, seperti politik, ekonomi, hukum dan hiburan juga tersedia di “PR” Online. Maka web tersebut sudah bisa disebut komplet untuk urusan rubrikasi. Dan menjadi alternatif ketika akses untuk surat kabarnya susah. Sesuai dengan slogannya “Solusi Baca PR Dimana Saja”.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pencantuman pedoman media siber dari Dewan Pers. Setelah dicek di website-nya, “PR” online ternyata sudah mencantumkan pedoman tersebut. Berarti di tubuh redaksi “PR” online sudah sepakat, sepaham dan setuju dengan isi pedoman yang telah ditetapkan. Juga sudah mengerti soal pedoman pemberitaan media siber.

Perwajahan, SEO dan Ranking

Sementara untuk urusan perwajahan dan tampilan website, nampaknya “PR” Online masih belum bisa bersaing dengan media lain. Hal itu terbukti dari rangking-nya di web alexa.com yang menempatkan “PR” Online di urutan ke-483 ranking di Indonesia. Untuk peringkat dunianya, menempati urutan ke 32.599. Namun data tersebut masih dapat berubah-ubah, peringkatnya bisa naik juga bisa turun.

Lain hal untuk urusan Search Engine Optimizing (SEO). “PR” Online nampaknya harus banyak memperbaiki tampilan karena setelah dicek di situs pengecekan SEO, yaitu chkme.com, portal www.pikiran-rakyat.com nilai SEO-nya masih rendah, yakni di kisaran 48 persen. Padahal untuk ukuran website yang sudah lama dan mempunyai nama besar, “PR” Online harusnya unggul untuk urusan nilai SEO.

Tapi untuk tampilan, “PR” online sudah enak dilihat dengan penggunaan warna biru yang dominan. Meski begitu, tampilannya masih terbilang terlalu polos. Berbeda dengan web-web lain. Dalam hal ini, penulis berhipotesis, mungkin saja redaksi “PR” masih lebih memfokuskan diri di media cetak daripada media online. Sehingga dari segi perwajahan masih belum bisa bersaing dengan media-media lain. Oleh karenya, penulis ingin memberi masukan agar “PR” Online lebih diperhatikan lagi. Karena perkembangan media online kini semakin pesat dan sering dijadikan referensi informasi dari pembaca.

Selain itu, perbaikan perwajahan juga sangat diperlukan agar pembaca bisa lebih betah untuk berlama-lama di “PR” Online. Karena sifatnya pembaca media online yakni men-scan, bukan layaknya membaca koran, oleh karena itu tampilan web harus menarik dan menjadi prioritas.

Tulisan ini hanya sekadar opini dari penulis. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Penulis sama sekali tidak menghakim baik atau buruknya media tersebut, tapi ini lebih kepada kritik yang membangun. Semoga dari pihak “PR” ada yang membaca tulisan ini dan bisa dipertimbangkan isinya.

Adi Permana

Pesan Jurnalisme di Film Nightcrawler

Ada yang bilang bahwa menjadi jurnalis atau wartawan itu mudah. Kita tinggal mencari data, lalu ditulis, dan dipublikasikan. Ada juga yang bilang menjadi wartawan itu susah. Karena tuntutan profesi wartawan penuh dengan resiko dan tangggung jawab besar. Seperti halnya tertuang dalam Kode Etik Jurnalistik.

Ya, kedua ungkapan itu memang benar. Di era serba canggih seperti sekarang, mejadi wartawan memang mudah. Kita bisa dengan mudah menulis dan mengabarkan suatu hal kepada orang lain dengan berbagai pelantara. Sebut saja media sosial atau blog. Atau kita bisa membuat sebuah video tentang peristiwa tertentu, lalu disebarkanlah kepada khalayak. Bisa dengan mengirimkannya ke televisi swasta—biasanya disebut citizen journalist—atau langsung meng-upload-nya di Youtube.

Di film Nightcrawler besutan Dan Gilroy, profesi wartawan digambarkan seperti itu. Adalah Louis Bloom (Jake Gyllenhaal), seorang warga biasa yang tiba-tiba tertarik dan menjadi seorang wartawan lepas (journalist freelance). Padahal pekerjaan sebelumnya adalah seorang pencuri. Ia tidak mempunyai basic sama sekali di dunia jurnalistik.

Keinginan Bloom untuk menjadi seorang wartawan terlihat saai ia secara tidak sengaja melihat kecelakaan lalu lintas di jalan. Lalu ia berhenti dan melihat beberapa wartawan yang meliput kejadian itu. Ia bahkan sempat menanyakan lowongan pekerjaan pada jurnalis itu. Namun lamarannya ditolak mentah-mentah.

Ia kemudian bertekad untuk memulai merintis sendiri perofesi wartawan lepas. Selang beberapa hari, untuk mencari modal, ia kembali mencuri sebuah sepeda, dan menukarkannya dengan sebuah radio komunikasi yang digunakan polisi dan sebuah kamera perekam. Sejak saat itulah ia mulai mencari berita dengan identitas wartawan lepas.

Film tersebut menjelaskan, bahwa di Amerika berita yang selalu memiliki ratting tinggi adalah berita kriminal (pembunuhan, kekerasan, pencurian, kecelakaan dll). Sehingga hal itulah yang mendorong Bloom untuk terjun ke wartawan kriminal yang bekerja di malam hari. Sebagai sumber informasi, yang ia gunakan adalah radio yang bisa menangkap frekuensi komunikasi polisi yang sedang bertugas.

Selama menjadi wartawan lepas, ia dibantu oleh seorang asisten, Rick (Riz Ahmed) sebagai penunjuk arah dan jalur. Berita yang dibuatnya kemudian dikirimkan ke KWLA News yang dipimpin Nina (Rene Russo). Karirnya semakin cemerlang saat rekaman yang ia kirimkan diapresiasi oleh Nina. Bahkan Bloom sengaja membeli mobil sport yang canggih dan cepat untuk memudahkan kerjanya.

Saat mencari berita, angel yang ia rekam tidak melulu tentang peristiwa. Tapi lebih memilih cerita di balik peristiwa. Hal ini yang patut dicontoh oleh para jurnalis. Karena jika harus melulu soal peristiwa pasti wartawan lain pun begitu. Tetapi jika mengangkat cerita di balik peristiwa, berita yang dibuat akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Selain itu soal kecepatan mencari berita, dalam film ini juga patut dicontoh. Bagaimana Bloom selalu berlomba-lomba dengan wartawan lepas lainnya, bahkan dengan polisi pun ia berlomba adu cepat ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Semangatnya ini patut ditiru. Bloom selalu ingin agar Nina tidak kecewa dengan hasil liputannya. Karena Nina selalu menginginkan berita yang aktual dan tidak dimiliki oleh media lain.

Menanggapi hal itu, Michael Oreskes dari New York Times mengatakan, persaingan bukanlah hal baru bagi wartawan. Demikian pula bekerja dengan kecepatan tinggin. Wartawan harus mampu menghasilkan tulisan yang dapat dipercaya dalam keadaan tekanan waktu (Luwi Ishwara, 2011; 41).

Namun ada hal yang tidak patut dicontoh dalam film ini, yaitu saat Bloom merasa tersaingi dengan beberapa wartawan lepas lainnya. Ia membuat rem pada mobil pesaingnya itu blong, dan berakhir pada kecelakaan parah. Ternyata persaingan yang dilakukan Bloom tidak sehat. Bahkan asistennya sendiri juga menjadi korban ketika Rick tertembak saat meliput kejadian adu tembak antara polisi dan penjahat. Saat itu Rick menuntut gaji tinggi kepada Bloom.

Meskipun rekaman yang dilakukan Bloom mengangkat cerita di balik peristiwa, ternyata yang ia lakukan adalah memanipulasi peristiwa. Hal itu terlihat saat Bloom merubah susunan foto di lemari pendingin pada sebuah kejadian penembakan di suatu rumah. Juga saat ada tabrakan mobil, ia bahkan sengaja menyeret korban agar masuk pada frame yang ia inginkan. Tentu itu sangat melanggar Kode Etik Jurnalistik dengan mengabarkan tidak sesuai fakta yang ada.

Pada film tersebut jelas mengungkapkan bahwa, walapun jurnalis dituntut untuk lihai dalam mencari angel berita. Tapi bukan berarti jurnalis harus memutar balikan fakta. Sehingga beritanya memiliki nilai jual yang lebih besar. Jika sudah begitu, berarti bukan nila-nilai kebenaran yang dijunjung tinggi, tapi soal ratting. Jelas pemikiran semacam itu sudah tidak sehat bagi seorang wartawan dan media massa.

Tapi mungkin, apa yang dilakukan Bloom bisa menggambarkan kepada kita, bahwa segala pemberitaan yang kita baca dan saksikan saat ini, mungkin saja melalui proses yang seperti Bloom lakukan, yaitu mengarang cerita. Atau ini menjadi pesan tersendiri bagi kita bahwa ternyata profesi yang selalu diagung-agungkan, di dalamnya terdapa oknum-oknum yang bobrok tingkahnya. Makanya untuk urusan ini, tentu kita seharusnya lebih cermat dan skeptis lagi terhadap informasi yang ada di media massa.

Film yang keluar pada 2014 ini, layak untuk ditonton. Terutama bagi jurnalis dan calon-calon jurnalis. Film ini begitu menggambarkan bahwa kerja jurnalis itu tidak mudah. Kita mungkin hanya mengetahui ada peristiwa tertentu yang diberitakan di media massa. Namun kita tidak tahu bagaimana sebuah peristiwa terjadi dan jurnalis meliputnya.

Mari menonton film...

Tuesday, March 17, 2015

Korupsi = Penyakit Kanker Indonesia



Dewasa ini, pemberitaan kasus korupsi di Indonesia seolah tak pernah usai. Apalagi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama-nama beken pejabat negeri seperti Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Ratu Atut dan yang lainnya selalu muncul di pemberitaan media massa. Bahkan sekelas lembaga hukum tinggi negeri pun ikut terjerat.

Bila kita mengetik kata “korupsi” di mesin pencarian Google, dalam 0,45 detik sekitar 81.100.000 artikel tentang korupsi muncul di sana. Maka tak ayal bila korupsi di tanah air, ibarat penyakit “kanker kronis”. Seperti diketahui bahwa penyakit kanker kronis biasanya mencapai stadium III atau stadium IV. Sehingga penanganannya tidak cukup dengan cara konservatif saja. Tetapi juga perlu koreksi dengan cara radikal, yaitu medik- operatif. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan organ-organ tubuh yang sehat supaya tidak terkena kanker. Salah satu caranya bisa dengan cara diamputasi.

Begitu juga dengan korupsi di Indonesia. Kondisinya sudah sama seperti penyakit kanker kronis. Bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa Indonesia masuk ke dalam 100 besar Negara terkorup di dunia. Baru-baru ini saja, lembaga yang konsen pada pengauditan Negara juga terkena penyakit berbahaya tersebut.

Dengan begitu banyaknya kasus korupsi di Indonesia, kita patut mempertanyakan apa sebenarnya yang salah dengan Indonesia. Apakah dari sistem pendidikannya yang membetuk manusia korup? Apakah lembaga-lembaga hukum kita terlalu lambat dalam penyelesaian kasus korupsi? Atau memang korupsi adalah masalah sosial yang tak terelakan hadirnya.

Tetapi sekarang, bukan waktunya untuk menuduh siapa yang salah. Saat ini, penyakit korupsi di Indonesia sudah harus mendapat penanganan serius. Bukan hanya sekadar dengan cara konservatif. Tapi harus dengan cara radikal yang memangkas sampai ke akar-akarnya. Seperti halnya penanganan penyakit kanker kronis. Supaya Indonesia kedepannya bisa sehat dan tidak ada generasi muda yang ikut mengidap penyakit korupsi.

Adi Permana

Musik dan Gerakan Peduli Lingkungan

Saung Angklung Ujo (bandungparadise.com)

Selain sebagai media ekspresi jiwa, musik juga bisa menjadi saluran untuk menyampaikan pesan-pesan moral. Sehingga lirik-liriknya pun sarat akan makna.  Bukan hanya soal bunyi suara belaka, tetapi gambaran dari realitas sosial yang ada. 

Masih ingat dalam benak Depi Pramana, 20 tahun, saat Gunung Sinabung meletus di awal Januari lalu, penggalang lirik lagu ini yang menghiasi mayoritas siaran televisi. Lirik itu berbunyi; Anak menjerit-jerit/Asap panas membakar/Lahar dan badai menyapu bersih/ini bukan hukuman/Hanya satu isyarat/Bahwa kita mesti banyak berbenah.

Ada yang tahu lagu siapa itu? Ya, itulah penggalan lagu Untuk Kita Renungkan karya Ebiet G Ade. Biasanya sering diputar di televisi ketika menampilkan kejadian bencana alam longsor, gunung meletus, tsunami, atau  banjir. Lagu tersebut ditulis Ebiet sekitar tahun 1998-an. Bila ditelaah, banyak pesan moral yang ada dalam setiap liriknya. Ebiet sendiri pernah bercerita bahwa lagu tersebut ia tulis dan nyanyikan sebagai renungan atas kerusakan alam dan bencana alam yang sering terjadi di sekitar kita.

Hal itu juga yang dirasakan Depi. Ia merasakan bagaimana perpaduan antara musik dan lirik dalam lagu tersebut membuat sisi humanisnya meletup-letup. Ia begitu terharu melihat amukan awan panas yang menghantam rumah-rumah warga di sekitar Sinabung. “Saya khawatir ketika gunug meletus dan menimpa rumah warga, mereka tidak punya tempat tinggal lagi. Terus cadangan makanan dari korban juga kurang,” ujar pria jurusan Sosiologi itu.

Lagu Untuk Kita Renungkan juga banyak menginspirasikan musisi lainnya dan masyarakat yang mendengarkan, karena lagu tersebut memiliki pesan dan makna yang cukup dalam. Sehingga pendengar tersentuh dengan liriknya yang mengajak bangsa Indonesia untuk merenungkan diri, membersihkan diri dan sadar diri terhadap fenomena alam yang sedang bergejolak.

Tidak hanya Ebiet, banyak pula musisi lain yang lirik-lirik lagunya banyak berbicara tentang alam. Misalnya Iwan Abdulrachman atau biasa disebut Abah Iwan. Musisi berkepala pelontos yang punya hobi naik gunung ini telah lama eksis di panggung hiburan. Selain aktif menjadi musisi, ia juga aktif di kegiatan peduli lingkungan dengan menjadi anggota Wanadri.

Karena kepeduliannya terhadap lingkungan, Abah Iwan banyak menulis serangkaian lagu yang digubahnya di alam bebas  atau di tengah hutan yang tenang dan di gunung-gunung yang sepi. Seperti lagu Balada Seorang Kelana, yang ia tulis di gunung Burangrang (1964), Bulan Merah ditulis di hutan Banten Kidul (1968), Mawar Yang Terbiru, ditulis di gunung Tangkuban Perahu (1970) & lagu, Seribu Mil Lebih Sedepa ditulis di atas perahu disebuah danau di tengah-tengah hutan yang sangat sunyi di pedalaman Kalimantan Tengah (1979).

Selain itu ada lagi musisi yang sangat populer namanya, yakni Iwan Fals. Ia sudah tidak diragukan lagi soal kepeduliannya terhadap lingkungan.

Bagi Adew Habtsa, salah satu musisi Kota Bandung, menganggap bahwa musik itu mempunyai makna yang dalam. Musik ibarat sebuah ruh spiritualitas bagi manusia. Yang menggambarkan manusia itu ada, dengan musik kita bisa melihat sejauh mana kita menjadi manusia seutuhnya.

“Musik itu sangat lekat seperti udara, dekat dengan kehidupan seperti air, seperti matahari. Sangat akrab dan penting. Sepertinya jika hidup tanpa musik itu gak asik,” tuturnya.

Menurut pria yang populer dengan lagu Egaliter itu, musik tidak bisa begitu saja terlepas dari hal lingkungan. Terutama pada lirik-liriknya. Sebab musik yang berbicara dengan lingkungan ada karena musik juga bagian dari lingkungan.

“Jadi kalau ada music yang tidak membicarakan lingkungan, berarti ia telah menghianati kemanusiaan dan menghianati lingkungannya,” ujarnya Kang Adew, sapaan akrabnya.

Tokoh musisi seperti Abah Iwan, bisa dibilang tidak bisa jauh-jauh soal alam dan lingkungan. Karena, menurut Kang Adew, sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan, memiliki peran yang signifikan dalam upaya melakukan penyadaran bagaimana pentingnya lingkungan.

“Musiklah menjadi salah satu aspek atau media yang ampuh untuk menyampaikan kegelisahan terhadap lingkungan. Apakah nantinya ada perubahan, toh kita hanya menyampaikannya, mengingatkan,” kata Kang Adew yang juga aktif di Asian Afrika Reading Club, Pernah di Forum Lingkar Pena, dan Majelis Sastra Bandung itu.

Itulah musik, diartikan sebagai suatu ungkapan yang berasal dari perasaan yang dituangkan dalam bentuk bunyi-bunyian atau suara. Musik merupakan hasil karya manusia yang menarik karena musik memegang sebuah peranan yang sangat banyak diberbagai bidang.

Salah satu hal terpenting dalam sebuah musik adalah lirik lagunya, karena lirik lagu dalam musik dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial di masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi karena mengandung informasi atau pesan, dan dapat pula sebagai pelestarian terhadap lingkungan.

Adi Permana

Hobi Unik Membuat Arsip


Berawal dari kejenuhan sewaktu menjadi santri di pondok pesantren, Selpan memutuskan untuk mengisi waktu luang dengan membuat arsip tugas-tugas pribadi. Waktu itu, lelaki bernama lengkap Muhamad Selpan Muharam Shidiq merasa bosan dengan rutinitas satri  yang itu-itu saja.

“Kan waktu SMA saya mesantren, gak bisa main keluar, hanya di kobong-kelas, kobong-kelas, karena itu ah mending diem di kelas, ketik-ketika apa, pertama bikin diari,” tutur Selpan.

Kebiasaan mengarship yang ia lakukan memang berbeda dengan mahasiswa lainnya, terutama untuk Selpan yang notabene seorang laki-laki. Selpan sendiri merasakan banyak manfaat dari hobi  tersebut. Ia bercerita kalau dirinya selalu orang pertama yang selesai untuk urusan tugas kuliah.

“Waktu semester satu kan disuruh bikin autobiografi, karena sejak SMA sudah jadi, saya  gak bingung lagi nyari inspirasi buat nulis,” kata mahasiswa jurusan Sosiologi semester 3 itu.

Saat ini Selpan sudah banyak membundel  macam-macam tugas mata kuliah selama dari semester satu sampai tiga. Untuk urusan keuangan pribadi pun Selpan rajin untuk mengarsip.

“Iya pokoknya tiap beli selalu pakai bon. ” tambahnya saat ditemui di Kantin UIN Mart beberapa waktu yang lalu. Ia juga berkata, jika hendak membeli sesuatu harus di warung yang jadi langganan. Soalnya sistem pembayaran Selpan berbeda, ia membayar setiap pembelian apapun perminggu, bukan saat transaksi jual beli.

Di mata temannya, Selpan memang orang unik. Tapi terkadang selalu kasihan melihatnya kerena suka dimanfaatkan temannya untuk mengerjakan tugas. “Iya kasihan, banyak temen-temennya yang manfaatin dia buat nyontek tugas,” kata Anjar Martiana, teman Selpan.

Ketika di semester dua, Selpan ditunjuk oleh teman-teman kelas sebagai seksi Jarkom. Selpan pun tak menolak. Diakhir masa jabatan, Selpan seolah tak bisa lepas dari pengarsipan. Ia pun membuat laporan pertanggungjawaban selama menjabat sebagai seksi jarkom

“Pengeluaran per-semester selama di Bandung, satu rupiah pun saya tulis, dipakai apa aja, harus ada laporan ke orangtua,” ujarnya sambil memamerkan tiga buah buku tebal hasil pengharsipannya.

Ia juga kerap kali mendapat bully-an dari temannya yang menganggap apa yang dilakukan Selpan tidak berguna. “Apa sih kaya gitu gak penting, ngarsip abis duit 400 ribu,” katanya menirukan gaya bicara temannya. Tapi ia jawab dengan tegas. ”Gak papa abis duit juga, yang penting nabung untuk ilmu,” jawab Selpan kepada temannya. Hingga sekarang sudah ada sekitar 29-28 arsip telah Selpan buat.

Disiplin Adalah Hal Utama dalam Hidup 

Didikan orangtua telah membentuk karakter Selpan untuk selalu disiplin. Tidak hanya untuk urusan pengarsipan, soal waktu pun ia tetap disiplin. “Saya setiap berangkat dari kosan, 15-20 menit sebelum masuk sudah ada di kelas,” tuturnya dengan nada semangat.

Bagi Selpan, disiplin harus dimulai dari hal-hal yang terkecil. Ia juga mengomentari fenomena mahasiswa sekarang. Menurutnya mahasiswa harus tahu siapa dirinya sebenarnya, jangan dulu mengurusi orang lain. “Urus saja dulu diri sendiri, baru oranglain,” tegas anak pertama dari dua saudara itu.

Ia termasuk orang yang pandai memanfaatkan waktu. Selpan memilih untuk tidak akatif di organisasi apapun, ia lebih memilih fokus pada kuliahnya. “Pernahkan waktu itu jadi seksi Jarkom di kelas, tapi nilai saya jadi turun. Makanya saya memutuskan untuk tidak menjabat lagi di kelas,” tambahnya.

Setelah aktivitas kuliah, Selpan selalu kembali ke kosannya di depan kampus UIN SGD Bandung. Ia tergolong mahasiswa yang tidak suka nongkrong. “Kalau abis kuliah saya suka langsung balik ke kosan, semester sekarang aja saya baru dua kali nongkrong sama anak-anak kelas,” tutur lelaki asal Cianjur itu.

Sementara bagi Anjar Martiana, sosok selpan memiliki karakter yang khas, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Meskipun dengan keterbatasan fisik berupa gangguan saraf di tubuh sebelah kanannya, tapi ia tetap rajin untuk mengarship hal kecil terutama besar.

“Selpan itu orangnya baik, dia teguh pendirian dengan apa yang dilakukannya. Konsisten juga, punya semangat yang tinggi. Gak mikirin apa kata orang. Mau dia cowo atau apa pun, dia gak peduli,” tutur Anjar.

Anjar juga menganggap Selpan sebagai orang yang diluar mahasiswa lain. “Menurut aku sih gak masalah juga cowo kaya gitu, berarti dia tidak tergerus jaman dan punya jalannya sendiri,” pungkasnya.

Sosok seperti Selpan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, tentang pentingnya manajemen pengarsipan. Ia juga bisa menjadi pengingat bagi kita tentang pentingnya disiplin. Semoga kita terilhami.

Adi Permana

Monday, March 16, 2015

Stop Pelecehan terhadap Perempuan!


Pernahkan kita mendengar kata-kata, suit..suiiiit, neeeeeeeeeng, neng cantik saat ada wanita cantik atau bertubuh indah di jalan? Atau pernahkah kita memberi komentar tentang tubuh wanita di tempat umum? Mulai saat ini jangan pernah lakukan hal itu, karena termasuk ke dalam kategori pelecehan.

Street Harassment atau pelecehan di jalan merupakah suatu perbuatan yang sering dialami oleh perempuan. Selain panggilan menggoda, bentuk pelecehan perempuan di jalan bisa berupa mengedipkan mata, bahkan menyentuh salah satu tubuh perempuan.

Berangkat dari situlah berbagai komunitas yang peduli terhadap perempuan, menggagas 16 Hari Kampanye anti Kekerasan terhadap Perempuan, akhir November lalu.Acara tersebut juga menjadi ajang untuk mensosialisasikan pentingnya ‘memadamkan api’ tindakan pelecehan terhadap perempuan.

Bagi Triasasuci dari Praxis in Community, umunya korban dan pelaku tidak sadar ada pelecehan kepada perempuan di jalan. Karena hal itu sudah dianggap biasa.“Padahal dengan adanya pelecehan di jalan bisa mengakibatkan korban tidak percaya diri saat berada di ruang publik,” ujar Trias dalam talk show ‘Nama Saya bukan Neng!’ di Balubur Town Square (Baltos).

Komnas Perempuan pernah mendata setidaknya ada 300 Perda yang diskriminatif terhadap perempuan. Dan 90 Perda di antaranya terjadi di Jawa Barat. Hal itu seperti yang diungkapkan Founder Komunitas Jakatarub, Wawan Gunawan. Menurutnya, selama ini perempuan selalu jadi korban ketidak adilan, korban marginalisasi. “Kami melihat ada banyak sekali produk perundang-undangan yang tidak pro terhadap perempuan,” ujarnya.

Sementara itu Andi Yentriani dari Komnas Perempuan, memaparkan ada dua kategori pelecehan terhadap perempuan tertinggi di Indonesia. Pertama kekerasan dalam rumah tangga dan kedua di ruang publik atau masyarakat. “Setiap tiga jam sekali terdapat dua perempuan yang mendapat tindak kekerasan,” tambah Andi.

Kekerasan publik seperti pelecehan di jalanan memang tidak banyak yang disadari, bahkan oleh perempuan itu sendiri. Oleh karenanya menurut Antonius Sartono dari Trainer Mintra Perempuan mengatakan, harus adanya kontrol terhadap diri, baik itu laki-laki maupun perempuan. Sehingga ada pemaknaan yang sama bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara.

“Jika melihat orang di jalanan memanggil manggil perempuan dengan sebutan ‘neng’ itu hal biasa apalagi di Jawa Barat yang berbahasa Sunda. Tetapi jika membubuhi panggilan ‘neng’ dengan pikiran yang berbeda tentu ada makna yang berbeda misalnya untuk menggoda,” kata Antonius.

Untuk menyikapi pelecehan di jalan, menurut Triasasuci sebaiknya perempuan memiliki sikap yang tegas, sehingga pelaku pelecehan tidak melanjutkan aksinya. Selain itu pola pikir masyarakat tentang tubuh perempuan juga harus dibenahi. “Relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan karena adanya budaya patriarki, mengharuskan tubuh perempuan menjadi perbincangan sehari hari dan menjadi objek yang ditatap,” ujarnya.

Rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dimulai 25 November dan  berakhir di hari HAM Internastional 10 Desember yang lalu.  Acara tersebut tersebar di beberapa tempatdi Bandung selama 16 hari. Juga terdapat pengumpulan petisi untuk menolak berbagai kekerasan yang dialami perempuan.Ditulis dalam selembar kartu pos yang nantinya akan diberikan kepada pemangku kebijakan.

Adi Permana

Tuesday, March 10, 2015

Calon Jurnalis Wajib Punya Blog


Ketika kita membaca judul tulisan ini, tentu kita mempunyai pertanyaan, mengapa seorang jurnalis harus punya blog? Lantas apa hubungannya blog dengan kegiatan jurnalistik? Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam tulisan sederhana ini akan dibahas semua pertanyaan itu.

Ketika mendengar istilah blog, di antara kita tentu ada yang menganggapnya sebagai wadah untuk curhat-curhat semata. Ya, itu memang salah satu fungsi dari blog (berisi catatan pribadi). Namun pernahkah kita, para calon jurnalis—atau mahasiswa jurnalistik—punya persepsi lebih soal kehadiran blog?

Selain untuk media curhat pribadi, kita selaku calon-calon jurnalis tentu perlu mengasah kemampuan menulis untuk menunjang kegiatan kita di bidang jurnalistik. Nah, blog adalah salah satunya. Di bog kita juga bisa mempraktikan berbagai teori tentang menulis berita (straight news, depth news, investigative news, feature dll). Hal-hal tersebut tentu akan sangat menunjang terhadap kemampuan kita di bidang jurnalistik.

Selain itu, kita juga bisa berinteraksi dengan sesama pengguna blog (bogger) lain, untuk saling share tulisan-tulisan, dan saling bertukar pikiran. Untuk membuat blog pun kini sudah sangat mudah dan gratis. Kita bisa membuatnya di blogspot atau wordpress.

Bahkan, untuk tugas-tugas kuliah pun, jangan hanya berujung di meja dosen saja. Tapi ketika kita mempunyai blog, kita bisa membagikan tulisan itu ke teman-teman kita, di-share di media sosial. Tentu saat akan di-posting di blog, kita juga akan berpikir, kira-kira tulisan kita sudah enak dibaca atau belum. Sudah tepat atau tidal. Makanya, dengan alasan itu pula, kita mengerjakan tugas tidak hanya untuk pemenuhan tugas semata, dan cenderung asal-asalan. Tetapi lebih dari itu, kita bisa bersungguh-sungguh mengerjakan tugas karena akan di-share dengan teman-teman yang lain.

Menjamurnya Media Online

Alasan lain mengapa calon wartawan wajib punya web, karena dewasa ini perkembangan jurnalisme sudah masuk dunia online (cyber). Hampir semua media massa, baik itu cetak maupun elektronik, kini mempunyai portal berita online.

Blog, bisa disebut juga sebagai miniatur dari media online yang saat ini makin menjamur. Hal-hal, atau prinsip-prinsip dasar di media online, semuanya ada di blog. Misalnya soal rubrikasi, konten, disain web dll ada di blog. Ketika kita mempunyai blog, ini merupakan langkah awal yang bagus untuk memulai karir kita di bidang jurnalistik online.

Bukan tidak mungkin, suatu saat ada seorang pemodal yang memberikan job untuk membuat portal berita online kepada kita. Tentu saat kita paham tentang bagaimana prinsip media online karena kita punya blog, kita tidak akan kikuk, dan berkata tidak sanggup ketika ditawarkan akan hal itu.

Kita juga bisa meng-upload beberapa berita  yang telah kita buat di blog. Bahkan saat ini, banyak template-template gartis yang disainnya sudah selayaknya media online.

Jadi tunggu apalagi, segeralah buat blog mu!