Tuesday, March 17, 2015

Korupsi = Penyakit Kanker Indonesia



Dewasa ini, pemberitaan kasus korupsi di Indonesia seolah tak pernah usai. Apalagi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama-nama beken pejabat negeri seperti Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Ratu Atut dan yang lainnya selalu muncul di pemberitaan media massa. Bahkan sekelas lembaga hukum tinggi negeri pun ikut terjerat.

Bila kita mengetik kata “korupsi” di mesin pencarian Google, dalam 0,45 detik sekitar 81.100.000 artikel tentang korupsi muncul di sana. Maka tak ayal bila korupsi di tanah air, ibarat penyakit “kanker kronis”. Seperti diketahui bahwa penyakit kanker kronis biasanya mencapai stadium III atau stadium IV. Sehingga penanganannya tidak cukup dengan cara konservatif saja. Tetapi juga perlu koreksi dengan cara radikal, yaitu medik- operatif. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan organ-organ tubuh yang sehat supaya tidak terkena kanker. Salah satu caranya bisa dengan cara diamputasi.

Begitu juga dengan korupsi di Indonesia. Kondisinya sudah sama seperti penyakit kanker kronis. Bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa Indonesia masuk ke dalam 100 besar Negara terkorup di dunia. Baru-baru ini saja, lembaga yang konsen pada pengauditan Negara juga terkena penyakit berbahaya tersebut.

Dengan begitu banyaknya kasus korupsi di Indonesia, kita patut mempertanyakan apa sebenarnya yang salah dengan Indonesia. Apakah dari sistem pendidikannya yang membetuk manusia korup? Apakah lembaga-lembaga hukum kita terlalu lambat dalam penyelesaian kasus korupsi? Atau memang korupsi adalah masalah sosial yang tak terelakan hadirnya.

Tetapi sekarang, bukan waktunya untuk menuduh siapa yang salah. Saat ini, penyakit korupsi di Indonesia sudah harus mendapat penanganan serius. Bukan hanya sekadar dengan cara konservatif. Tapi harus dengan cara radikal yang memangkas sampai ke akar-akarnya. Seperti halnya penanganan penyakit kanker kronis. Supaya Indonesia kedepannya bisa sehat dan tidak ada generasi muda yang ikut mengidap penyakit korupsi.

Adi Permana

No comments: