Oleh Adi Permana*
Berbicara tentang posisi jurnalis dalam sebuah konflik amat menarik. Karena dewasa ini isu-isu tentang konflik, baik itu antar negara, ideologi, agama, budaya dan yang lainnya kerap diperbincangkan di banyak media. Termasuk media massa. Sebuah konflik sebenarnya sangat bergantung pada media massa. Sebab sebagaimanapun kecilnya konflik itu, jika media massa memberitakan dengan dahsyat, maka konflik itu akan menjadi konflik besar. Paling tidak akan jadi sebuah legitimasi. Dengan kata lain media massa menjadi alat percepatan suatu topik tertentu.
Realitas media massa dalam memberitakan sebuah konflik bukanlah hal sepele. Dalam konteks ini, media massa setidaknya mempunyai tiga peranan penting. Pertama, media menjadi agen untuk mempertajam , memperluas dan “mempopulerkan” sebuah konflik. Kedua, media massa menjadi aktor netral, mediator atau penengah pada suatu konflik. Dan yang ketiga, media massa bisa menjadi alat dalam melenyapkan atau menghilangkan sebuah konflik.
Bila kita cermati kembali kajian tentang etika jurnalisme. Di sana secara tegas menjelaskan bahwa posisi seorang jurnalis pada sebuah konflik harus netral. Seorang jurnal tidak boleh memihak pada salah satu golongan atau kepentingan. Pada posisi itu, jurnalis dalam praktek jurnalistik
Berbicara tentang posisi jurnalis dalam sebuah konflik amat menarik. Karena dewasa ini isu-isu tentang konflik, baik itu antar negara, ideologi, agama, budaya dan yang lainnya kerap diperbincangkan di banyak media. Termasuk media massa. Sebuah konflik sebenarnya sangat bergantung pada media massa. Sebab sebagaimanapun kecilnya konflik itu, jika media massa memberitakan dengan dahsyat, maka konflik itu akan menjadi konflik besar. Paling tidak akan jadi sebuah legitimasi. Dengan kata lain media massa menjadi alat percepatan suatu topik tertentu.
Realitas media massa dalam memberitakan sebuah konflik bukanlah hal sepele. Dalam konteks ini, media massa setidaknya mempunyai tiga peranan penting. Pertama, media menjadi agen untuk mempertajam , memperluas dan “mempopulerkan” sebuah konflik. Kedua, media massa menjadi aktor netral, mediator atau penengah pada suatu konflik. Dan yang ketiga, media massa bisa menjadi alat dalam melenyapkan atau menghilangkan sebuah konflik.
Bila kita cermati kembali kajian tentang etika jurnalisme. Di sana secara tegas menjelaskan bahwa posisi seorang jurnalis pada sebuah konflik harus netral. Seorang jurnal tidak boleh memihak pada salah satu golongan atau kepentingan. Pada posisi itu, jurnalis dalam praktek jurnalistik