Sunday, June 2, 2013

Dinamika Pers Mahasiswa

Dok.Istimewa


*Oleh Adi Permana

Sudah tidak diragukan lagi untuk mengakui bahwa mahasiswalah yang begitu dominan peranannya terhadap dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Mahasiswalah yang menjadi lokomotif perubahan bangsa, dari era prakemerdekaan sampai masa reformasi bergulir. 

Sejarah telah mencatat ketika tumbangnya rezim orde baru yang dipegang oleh Presiden Soeharto dilatarbelakangi oleh pergerakan mahasiswa yang menginginkan akan adanya perubahan. Semua lapisan mahasiswa berbondong-bondong menduduki gedung MPR-RI untuk menginginkan adanya reformasi.

Ketika itu pula peran mahasiswa sangat begitu dominan dalam mengawal jalannya pemerintahan. Namun yang kini jadi pertanyaan apakah kaum intelektual muda sekarang harus terus memakai pola yang sama untuk menyampaikan aspirasinya ? apakah harus terus berteriak di jalanan dan berdemo ? Tentu tidak ! 

Mungkin ada sebagian orang yang menganggap hal itu masih perlu dilakukan. Dan itu tidak bisa disalahkan. Tapi, sekarang kita perlu akan sesuatu baru yang dapat menyalurkan aspirasi mahasiswa tanpa merusak esensinya. Kita perlu sesuatu yang jauh lebih efektif dan efisien dalam mangawal roda kebijakan. Pers Mahasiswalah alternatifnya. 

Perlu kita telaah bahwa kehadiran pers mahasiswa (persma) di era saat ini begitu berpengaruh terhadap pergerakan mahasiswa. Pers mahasiswa dapat menjadi media alternatif baru yang berani menginformasikan berita-berita yang mampu mempengaruhi pemikiran, baik ditingkat universitas maupun masyarakat. Bahkan bisa saja sampai pada tataran pemerintahan. 

 Meski sering disebut bermain di balik layar dari sebuah pergerakan mahasiswa, namun kerja pers mahasiswa sama beratnya dengan pergerakan dan aksi lapangan semacam demonstrasi. Apalagi, dengan tuntutan harus menyampaikan informasi seobjektif dan seakurat mungkin, pers mahasiswa harus peka dan lebih berani daripada semua elemen pergerakan mahasiswa umumnya. Maka tepatlah sekali bila pepatah mengatakan, “mata pena lebih tajam dari mata pedang.” Itulah yang menjadi kelebihan persma. 

Secara sederhana pers mahasiswa dapat diartikan sebagai media aspirasi bagi mahasiswa untuk menyampaikan ide-ide atau gagasanya. Sebagaimana fungsi pers pada umumnya, persma memiliki fungsi edukasi, informasi, menghibur, dan kontrol sosial. 

Dari fungsi di atas, fungsi utama yang paling dominan dalam kehadiran persma yakni sebagai fungsi kontrol sosial. Fungsi inilah yang menjadi prioritas utama diantara fungsi-fungsi yang lain. Namun sepertinya akan sulit untuk menjalankan fungsi kontrol tersebut. 

Bila kita telaah keadaan sekarang, di mana mahasiswa sekarang lebih apatis dan hedonis. Yang ada hanya menutup telinga dan mata seolah tak peduli sama sekali. Sebagian orang ada yang menganggap bahwa kehadiran persma hanya bisa menjelek-jelekan kampus saja. Tanpa memberikan informasi yang benar-benar mencerdaskan mahasiswanya. Pendapat itu sebenarnya yang menjadikan ciri mahasiswa yang apatis dan hedonis. Mereka tidak sadar akan fungsi utama sebuah media pers yakni sebagai kontrol. Jika tidak ada kontrol sama sekali maka yang ada hanya permasalahan demi permasalahan yang timbul. 

Justru ketika sebuah media seperti persma memberitakan informasi-informasi yang sifatnya “menjelek-jelekan” sebenarnya hal itu mempunyai peran memberikan informasi yang mencerdaskan pembaca akan keadaan sekarang. Jadi tidaklah betul ketika pendapat tersebut disematkan kepada persma.  

Permasalahan Persma Sekarang 

Sulit memang bila ingin menjadikan persma sebagai media yang profesional mencerdaskan masyarakat kampus dan menjadi agent of control social. Yang bisa kita telaah, setidaknya ada dua permasalahan utama yang mendasar. 

Pertama, persma sekarang sedang hidup dan berenang di tengah-tengah mahasiswa yang sudah tidak lagi idealis. Dan lebih condong kepada hal-hal yang bersifat fragmatis. Mahasiswa sekarang enggan untuk lebih kritis terhadap permasalahan birokrasi. Mahasiswa sekarang lebih asik menonton orang-orang berdemo dibanding ikut untuk bersuara. 

Kedua, masalah pendanaan. Kita tahu, bahwa persma berada dibawah naungan kampus. Otomatis pendanaan yang didapat kebanyakan berasal dari kampus walaupun sebagian dana bisa didapat dari iklan. Tapi itu tidak dapat menutupi kebutuhan. Hal itulah yang menghambat kreativitas persma. Aktivis-aktivis persma agak sedikit ragu untuk mengkritisi permasalahan birokrasi, karena takut akan ada masalah bagi pendanaan persnya. Jika pendanaan di-stop, akibatnya agenda-agenda acara yang sudah di susun bisa jadi tidak terealisasikan. Majalah atau tabloid yang seharunya naik cetak bisa jadi tidak naik cetak sebab kekurangan biaya.

Permasalahan selanjutnya bisa jadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang. Bisa saja para pegiat-pegiat yang berkecimpung di pers sendiri bukan orang-orang yang berkompeten di dalamnya. Misalnya dalam rubrik tabloid diisi dengan karya hasil menjiplak. Tanpa peduli dengan adanya Hak Cipta, lalu karya yang dijiplak diakuinya sebagai hasil karya sendiri.

Saatnya untuk Bangun

Permasalahan-permasalahan yang timbul diatas tidak lain adalah bom waktu. Hanya tinggal menunggu saatnya tiba, maka bom itupun akan meledak dan membuat persma menjadi tidak memiliki peran sama sekali.

Dalam kondisi demikian, solusi yang kongkrit untuk mencegah bom waktu itu meledak adalah dengan merevitalisasi persma. Dan itu merupakan harga mati. Jangan sampai kehadiran persma diangggap sebagai media hiburan belaka. Jangan sampai persma menjadi tangan kanan untuk memuluskan kepentingan politik. Persma harus menjadi media yang kritis dan mengontrol kebijakan-kebijakan birokrat. Pun harus mampu mencerdaskan kehidupan masyarakat kampus, bahkan masyarakat umumnya.

Sekarang sudah saatnya persma untuk bangun dari hibernasinya. Persma harus menjadi penyambung lidah terhadap aspirasi. Jangan sampai persma menjadi media kodok yang melompat dari satu masalah yang hangat ke permasalahan lainnya. Padalah masalah sebelumnya belum ada titik temu. Persma harus menjadi media yang kritis dan obejektif terhadap permasalahan yang ada.

Jayalah Pers Mahasiswa.!!!

No comments: