Monday, June 16, 2014

Siapa yang Akan ke Istana Negara?


Dok. Istimewa
Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi telah menetapkan dua pasangan capres dan cawapres yang akan bertarung pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014. Yakni pasangan Pabowo - Hatta Rajasa dan Jokowi – Jusuf Kalla. KPU juga sudah menetapkan nomor urut kedua pasangan. Prabowo nomor satu dan Jokowi nomor 2. 

Sejauh ini, persiapan dari kedua pasangan menghadapi Pemilu sudah dilakukan jauh-jauh hari. Terbukti dengan membentuk koalisi bersama partai-partai lain, dan membentuk sejumlah relawan pendukung di beragam daerah di Indonesia. Bahkan, kedua pasangan pun telah membentuk tim khusus pemenangan Pemilu. Di kubu Jokowi ada Anies Baswedan sebagai ketua, dan di kubu Prabowo ditunjuk Mahfud MD sebagai ketua pemenangan.

Namun tidak hanya sebatas persiapan pemenangan pada Pemilu nanti. Juga harus dipersiapkan mental yang kuat dalam diri masing-masing pasangan bila gagal melaju ke Istana Negara. Menjadi presiden dan wakil presiden bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab ia harus mampu memimpin dan membuat kebijakan yang didukung oleh sekitar 250 juta penduduk Indonesia. Jika tidak mampu mengurus pemerintahan, bukan tidak mungkin hal yang sama seperti Soeharto akan kembali terulang.

Bila kita menelaah peluang dari kedua pasangan tersebut pada Pemilu nanti, sepertinya akan susah ditebak secara pasti. Baik Prabowo maupun Jokowi, keduanya memiliki peluang besar untuk melenggang ke istana. Keduanya juga mempunyai keunggulan di masing-masing aspek.


Bila hitung-hitungan koalisi yang dilakukan, tentu Prabowo punya peluang besar. Sebab ia membentuk koalisi “tenda besar” dengan merangkul enam partai sekaligus. Berbeda dengan Jokowi, pihak PDI-P tidak membuat koalisi seperti demikian. Cukup hanya empat partai saja yang mereka nilai memiliki kekuatan yang kuat pada Pemilu nanti.

Namun dari beberapa survei yang dilakukan, menyebutkan bahwa Jokowi memiliki elektabilitas yang lebih tinggi dibanding dengan lawannya Prabowo. Seperti yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini mengenai pertarungan wilayah strategis kedua pasangan. LSI menyebutkan, dari tujuh wilayah strategis yang disurvei, yaitu provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Banten dan Sulawesi Selatan, Jokowi-JK menang di lima wilayah, sedangkan Prabowo-Hatta hanya menang di dua wilayah. 

Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Populi Center menunjukkan persaingan antara Jokowi - Jusuf Kalla dan Prabowo - Hatta Rajasa berlangsung ketat. Jokowi - JK mendapatkan angka elektabilitas 47,5 persen, sedangkan Prabowo - Hatta sebesar 36,9 persen dan yang belum menentukan pilihan sebesar 14,4 persen. 

Hal tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh rekam jejak Jokowi yang lebih baik dibanding Prabowo ketika memimpin Solo dan Jakarta. Ditambah lagi dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya. JK juga memiliki elektabilitas yang tinggi sebagai wakil presiden. Ia menduduki peringkat teratas di bawah Mahfud MD dan Wali Kota Surabaya Rismaharani. Kemudian JK juga mempunyai kedekatan yang baik dengan tokoh Nahdatul Ulama.

Kekurangan justru terlihat dari rekam jejak Prabowo dalam memimpin pemerintahan. Ia belum punya prestasi ketika memimpin publik. Sudah tak usah ditanya lagi kemampuan dalam memimpin pasukan, karena ia mantan ketua Kopasus. Namun ketika memimpin negeri, apa prestasi yang pernah ia raih? Sementara Jokowi, ia punya kekurangan karena dianggap haus akan kekuasaan. Ketika memimpin Solo, Jokowi kemudian pindah ke Jakarta. Di Jakarta belum beres, lalu ia mencalonkan diri menjadi presiden. 

Perlu diperhatikan pula bagaimana strategi kampanye yang dilakukan kedua pasangan. Jokowi sepertinya mempunyai strategi kampanye lebih baik daripada Prabowo. Jokowi melakukan kampanye dari Sabang sampai Merauke. Berbeda dengan Prabowo yang lebih berkampanye dari daerah yang menjadi basis-basis suara mereka. 

Sekali lagi, keduanya tentu mempunyai keunggulan dan kelemahan. Makanya akan sulit untuk ditebak. Perlu dicatatan, bahwa Pemilu  bukan mencari manusia yang sempurna. Tetapi memilih manusia yang bisa merubah negeri dan memperbaiki negeri. 

Perjalanan kedua pasangan sebagai capres dan cawapres bukan tanpa halangan. Banyak kampanye-kampanye hitam yang dilayangkan kepada keduanya. Bahkan yang paling marak terjadi yakni di media-media sosial. Pasangan Jokowi sendiri, bahkan pernah mendapatkan sebuah tabloid yang menyudutkannya. Namun Tabloid tersebut tak jelas siapa pemiliknya.  

Kampanye yang menyudutkan salah satu pasangan tersebut tentunya akan sangat menyesatkan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun angkat bicara soal kampanye hitam. Presiden secara tegas mengatakan bahwa kampanye hitam adalah perbuatan dosa karena itu fitnah, dan fitnah adalah musuh bagi setiap agama.

Semuanya dikembalikan lagi kepada rakyat. Rakyat sebagai penentu siapa yang akan dipilihnya. Hari ini, para pemilih juga kian cerdas memilih pemimpinnya. Mereka tak lagi percaya pada pemimpin yang menyogok dengan uang. Rakyat semakin jeli meilhat visi-misi yang kedua pasangan tawarkan. Siapa pun presiden dan wakil presidennya kelak, harapan besar rakyat adalah Indonesia bisa berubah dan lebih baik lagi. []


No comments: