Monday, February 24, 2014

Wahyu Memandu Ilmu


UIN SGD Bandung

Pernahkah kalian mendengar istilah itu? Ya, itulah visi  kampus UIN SGD Bandung. Sebuah paradigma  penuh esensi yang sarat akan makna dan tujuan luhur. Mungkin sebagian dari mahasiswa UIN SGD Bandung akrab dengan istilah itu. Tapi tak menutup kemungkinan ada juga yang tak kenal sama sekali, sungguh ironis. 

Ketika saya pertama kali mendengar istilah itu, saya langsung takjub. Kenapa? Karena saya beranggapan bahwa ilmu yang akan disajikan kampus ini adalah ilmu yang tak terlepas dari moral dan nilai-nilai agama.

Kita patut apresiasi akan visi itu. Karena visi itulah yang menjadi identitas penting bagi sebuah lembaga pendidikan bernafaskan Islam. Tapi di sisi lain, kita juga patut mengkritisi akan fenomena nyata yang terjadi di lingkungan kampus. Apakah visi itu sudah terlaksana? Apakah visi itu sudah digaungkan oleh seluruh civitas akademik? Apakah visi itu hanya sebatas slogan semata? Jawabannya masih abu-abu! Sebab masih banyak praktek-praktek yang tak sesuai dengan visi yang digencarkan itu.

Misalnya di kehidupan mahasiswa. Nyatanya justru tak sejalan dengan prinsip visi kampus yang begitu luhur. Ada semacam degradasi nilai-nilai agama yang terlihat. Di suatu kesempatan, saya pernah mendengar dari selentingan masyarakat sekitar kampus yang murka dengan kelakuan mahasiswa  laki-laki yang bertamu ke kosan perempuan sampai larut malam. Kemudian ada juga masyarakat yang menggrebek mahasiswa yang sedang mandi berduan di kosan.

Dua contoh itu menggambarkan bahwa kelakuan mahasiswa tak sejalan prinsip kampus ini. Imbasnya tak terelakan; mahasiswa dan kampus yang mendapar stigma negatif. Citra kampus akan tercoreng walupun pelakunya adalah oknum yang tak tahu diri dan tak tahu status diri sebagai seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam. Itu menunjukan bahwa visi kampus ini masih di luar kenyataan. Oleh karenya perlu koherensi antara kampus dan mahasiswa. Seperti  kebijakan guna menyikapi fenomena yang terjadi supaya nama kampus tidak lagi tercoreng.

Padahal saya dulu ketika belum menjadi mahasiswa di kampus ini, begitu ketakutan dengan label Islamnya yang melekat. Pasti banyak hapalan Al-Qur’an dan materi-materi tentang Islam yang berat. Tapi nyatanya tidak seperti yang dikhawatirkan. Sekarang itu semua bukan jadi sebuah ketakutan, melainkan sebuah pertanyaan besar. Ada apa sebenarnya yang terjadi dengan kampus ini. Apakah karena transformasinya menjadi universitas yang menjadikannya kampus yang liberal? Entahlah.  

Semoga visi “Wahyu Memandu Ilmu” bukan sebatas slogan yang memenuhi brosur pada saat musim penerimaan mahasiswa baru. Tapi visi itu menjadi nilai yang bisa membangun kampus yang berlabelkan Islam ini kearah aplikasi nyata yang tidak pragmatis. Dan mahasiswanya sadar akan kedudukannya sedang kuliah di mana. Semoga.

Tulisan ini dapat kalian baca di Tabloid LPM Suaka edisi Februari 2014 pada Rubrik Kolom.

No comments: