Hidup ini memang terasa berat kawan. Bila kita menjalaninya
dengan cacian penyesalan. Keadaan memang tak akan berubah dengan cacian dan
penyesalan. Itulah yang sekarang aku rasakan. Aku mencaci diriku sendiri , aku
menyesal pada diriku sendiri. Betapa “Bodohnya” diri ini yang tak mampu menjadi
seorang yang berbakti kepada orang tuanya. Yang hanya bisa menyusahkan
keluarganya.
Aku tahu, memang keadaan tidak sejalan dengan jiwaku ini
yang rindu akan kedamaian dan kebebasan. Setiap aku kembali keperaduanku
suara-suara murka itu selalu menghantuiku setiap hari bahkan setiap detik. Mengapa
harus selalu aku yang menjadi korban? Mengapa aku lagi yang harus merasakan
semua ini.?
Adilkah semua ini bagiku Tuhan, disaat orang lain begitu
bahagia dengan pesta kebebasan mereka, tapi aku malah terjebak dalam jeruji
kegundahan. Adilkah bila mereka begitu hanyut dengan keceriaan, tetapi aku
begitu tenggelam dalam lautan nestapa. Aku tidak sedikitpun menyalahkan Engkau ,Tuhan
seru sekalian alam, ini semua karena ke “bodohanku” saja.
Tuhan..selepas Shalat Isya ini, aku ingin sekali mencurahkan
perasaan ini kepada Engkau. Air mata ini menjadi saksi atas penyesalan dan
cacian hidupku ini. Berikanlah hamba kesabaran, ketabahan, dan keteguhan Iman
untuk menjalani setiap cobaan hidup ini. Berikanlah hamba jalan yang lurus
dalam setiap masalah yang datang. Aamiin . “Laailaaha illaanta subhaanaka inni
kuntu minadzolimin.”
Bebab masalah demi masalah seolah tak pernah lepas dari
bahuku ini. Hilang satu masalah, muncul masalah lain. Mungkin itulah yang
dinamakan hidup. “Jangan hidup kalau
tidak ingin ada masalah.” Masalah
demi masalah itu aku jadikan sebagai cermin untuk melihat sejauh mana
kedewasaanku bertambah dan melihat sejauh mana aku bisa menyikapi masalah itu.
“Aku hanya mencoba
menjadi seorang pria yang lebih dewasa, dengan menyimpan setiap rahasia-rahasia
hidup sedalam muingkin, yang tak bisa siapapun untuk menyelaminya.”
Manusia memang hanya bisa menjalani setiap cobaan hidupnya
dengan ketabahan dan kesabaran. “Ibarat
sebuah tubuh, kesabaran dan ketabahan adalah kepalanya. Bagaimana mungkin kita
dapat melihat cahaya, bagaimana mungkin kita bisa mendengar suara keadilan,
bagaimana mungkin kita bisa berbicara tentang kejujuran, bagaimana mungkin kita
bisa bernafas dalam kebebasan, dan bagaimana mungkin kita bisa merasakan
manisnya surga dunia. Bila kepala itu tidak ada.”
Dan aku hanyalah seorang supir yang mengendarai sebuah
kehidupan. Jalanan, kendaraan, dan segala suasana yang ada, semuanya telah
digariskan oleh Sang Khalik. Tinggal bagaimana aku bisa mengendaraknnya, dan
memilih jalan mana yang akan aku tempuh.
Cianjur, 15 Januari 2013 (20:47)
Cianjur, 15 Januari 2013 (20:47)
No comments:
Post a Comment