Sahabat, ada yang berbeda siang itu, langit seolah-olah ingin menuntunku pada kalian, dua orang sahabat yang sedang menunggu masa lalunya. Masa lalu dengan sejuta kenangan yang terukir jelas dalam memori. BB Ojak, dan BB Ayu itulah panggilan akrab mereka. BB sendiri akronim dari Black Boxartinya kotak hitam, aku sebenarnya juga tak tahu mengapa aku suka menamai mereka seperti itu, yang jelas nama itu yang selalu kami agungkan ketika masa putih abu-abu silam. Sudah lama kiranya kita tak berbagi suka dan duka bersama. Bunga-bunga rindupun mulai menaburkan rasa rindunya, seolah kisah klasik kita akan terulang kembali.
Aku bergegas menemui rindu itu, yang kini sudah menjadi bola salju, semakin ku biarkan semakin ku tak kuasa menahannya. Dengan ditemani seorang sahabatku juga, aku menunggu Bus Damri tujuan Cibiru - Kebon Kapala, untuk sampai disana, di tempat yang sudah kita jangjikan . Tak lama bus itupun tiba di depan kami. “ Ke Kosambi pak, “ aku bertanya pada kondektur. “ Iya naik-naik,” jawab Pak Kondektur sambil membukakan pintu bus depan untuk kami. Waktu itu penumpang lain juga sama menunggu bus ini. Sambil berdesak desakan dengan penumpang lain kami segera naik, kami takut tak kebagian tempat duduk. Biarpun dihambat kemacetan, tapi tak menghalangi niat ku ini, berjam-jam lamanya antrian kendaraan, bak semut yang sedang berjalan. Suara kenalpot, gemuruh mesin, tlakson mobil, terdengar dimana-mana, tapi aku tak pedulikan semua itu yang penting aku bisa berjumpa dengan dua sahabtku yang sudah lama tak bertemu. “Lebih baik aku tidur sajalah, dari pada aku pusing mikirin macet,” guramku.
Kosambi kosambi !! teriak pak kondektur kepada kami, aku segera bangkit dari tidurku , lalu aku bergegas menemuinya dan bertanya pada kondektur. ” Sudah sampai kosambi pak,” tanyaku. “ Iya de,” jawab pak kondektur singkat. Kami segera menuju pintu keluar bus yang ada di depan sebelah kiri. Begitu kami turun dari bus udara seolah mencairkan keringat kami yang beku, panas sekali. “Mungkin kami terlalu ke enakan di dalam bus yang ber-AC yang sejuk,” petiku dalam hati. Ahirnya kami semakin dekat ke tempat yang di janjikan itu. Kami segera naik angkot berwarna Hijau cerah bertuliskan di kaca depan atasnya ST.HALL- GD.BAGE. Masih saja sama, macet dan macet yang kami rasakan, perjalanan yang seharusnya kami tempuh dengan satu jam, kini berbuntut menjadi dua jam lebih. Oh Bandung kini telah menjadi Kota Metropolitan nampaknya, macet dimana-dimana, penuh sesak dengan kendaraan yang terus bertambah, kemanakah Bandung yang dulu ? yang sejuk udaranya, dipenuhi pohon-pohon yang rindang, dan tak sesak dengan kendaraan seperti sekarang. Tapi, kini kenyataan berkata lain pohon-pohon seolah hilang di telan pohon-pohon beton, udara pun seolah hanya asap kendaraan saja yang menghisasi hari-hari di Kota Bandung. “ Sudahlah mengapa juga aku harus memikirkan semua itu, toh itu bukan tugasku, itu tugas pemerintah yang harus memikirnkannya,” gumamku dalam hati.
Aku melirik jam tanganku, kuliahat waktu sudah menunjukan pukul 1 siang, tapi kami belum sampai juga ke tujuan kami. Tiba-tiba Hand Phoneku berbunyi “Kriing-kriing”, seketika aku langsung meraihnya di saku depan celanaku, setelah kulihat ada panggilan masuk dari BB Ojak, aku segera mengangkat telepon itu. “Halo , kamu masih di mana ? “ tanya dia, “ aku sudah di angkot Jak.” Jawabku, “ Oh, buruan , si Ayu sudah disini .” Kata Ojak dengan nada semangat, nampaknya dia juga sama ingin segera bertemu dengan kami. “ Sip, tunggu ya cuy, bentar lagi nyampe nih “ Pungkas ku mengakhiri pembicaraan singkat di telepon itu. Panggilan singkat itu semakin membuat rindu ini menggebu-gebu, seandainya aku menjadi burung ingin sekali aku bisa terbang dan sampai disana dengan cepat.
Ahirnya kami pun tiba di tempat tujuan itu, sebuah masjid yang cukup besar dan cukup megah, dengan arsitek ala masjid-masjid di timur tengah dengan dihiasi kaligrafi-kaligrafi arab yang amboi, indah dipandang. Ya, Masjid Al-Kautsar, yang terletak di Jln. Sumbawa, Bandung ini menjadi tempat persinggahan perantauan sementara sahabatku Ojak. Di tempat ini pula kami berempat berkumpul memadukan rindu yang sudah lama kami simpan. Tapi, bukan di masjid tempat orang-orang shalat sahabat, melainkan di sebuah ruangan pengap di sudut bangunan masjid disitulah kami berempat berkumpul.
“ Ayu, Ojak !! ” teriak kami berdua serentak dari kejauhan. Jangan heran sahabat, karena kami sudah lama tidak berjuma semenjak perpisahan sekolah Madrasah Aliyah dulu. kini kami di pertemukan di disini seolah rasa rindu ini meledak bak meriam yang ditembakan. Senyuman terpancar di wajah mereka, nampaknya mereka sudah lama menunggu kedatangan kami. Keceriaan terlihat terpancar di wajah kami, ketika kami saling bercerita ,bercanda, bertukar pengalaman masing-masing ketika berada di Bandung.
Aku menatap dalam-dalam wajah kedua sahabatku ini, tak ada perubahan yang kurasa, hanya kulit mereka saja yang semakin putih semantara aku masih sama dari dulu, kulit sawo matang yang kusebut ini kulit eksotis. “ Kamu gondrong ya sekarang “ ucap Ayu pelan, seketika aku kaget dengan pertanyaan itu dan langsung mengalihkan pendanganku padanya. “ hehe sudah 6 bulan yu, aku belum cukur rambut, tapi tetep cakepkan” jawabku sambil tersenyum ceria. “ Iya iya deh , biar cepet,” ucap ayu , sambil tersenyum memamerkan pipinya yang lesung. “Enak ya, kalau melihat orang cakep senyum, membuat hati ini menjadi sejuk dan damai,” petiku dalam hati.
Hari sudah semakin sore, waktupun yang ahirnya memisahkan kita. Tapi, hati ini rasanya tak mau berpisah dengan kalian sahabat-sahabatku. Masih banyak cerita dan pengalaman hidupku yang belum kuceritakan. Ahirnya, dengan berat hati kami pun harus berpisah menuju peraduan kami masing-masing. Bersama hujan yang turun menemani perpisahan ini. Aku berkata pada diriku sendiri, bila suatu saat nanti kami di pertemukan kembali, rasanya aku ingin sekali menghentikan sang waktu supaya tidak ada perpisahan lagi diantara kita.
“ Untukmu rinduku,
Aku bergegas menemui rindu itu, yang kini sudah menjadi bola salju, semakin ku biarkan semakin ku tak kuasa menahannya. Dengan ditemani seorang sahabatku juga, aku menunggu Bus Damri tujuan Cibiru - Kebon Kapala, untuk sampai disana, di tempat yang sudah kita jangjikan . Tak lama bus itupun tiba di depan kami. “ Ke Kosambi pak, “ aku bertanya pada kondektur. “ Iya naik-naik,” jawab Pak Kondektur sambil membukakan pintu bus depan untuk kami. Waktu itu penumpang lain juga sama menunggu bus ini. Sambil berdesak desakan dengan penumpang lain kami segera naik, kami takut tak kebagian tempat duduk. Biarpun dihambat kemacetan, tapi tak menghalangi niat ku ini, berjam-jam lamanya antrian kendaraan, bak semut yang sedang berjalan. Suara kenalpot, gemuruh mesin, tlakson mobil, terdengar dimana-mana, tapi aku tak pedulikan semua itu yang penting aku bisa berjumpa dengan dua sahabtku yang sudah lama tak bertemu. “Lebih baik aku tidur sajalah, dari pada aku pusing mikirin macet,” guramku.
Kosambi kosambi !! teriak pak kondektur kepada kami, aku segera bangkit dari tidurku , lalu aku bergegas menemuinya dan bertanya pada kondektur. ” Sudah sampai kosambi pak,” tanyaku. “ Iya de,” jawab pak kondektur singkat. Kami segera menuju pintu keluar bus yang ada di depan sebelah kiri. Begitu kami turun dari bus udara seolah mencairkan keringat kami yang beku, panas sekali. “Mungkin kami terlalu ke enakan di dalam bus yang ber-AC yang sejuk,” petiku dalam hati. Ahirnya kami semakin dekat ke tempat yang di janjikan itu. Kami segera naik angkot berwarna Hijau cerah bertuliskan di kaca depan atasnya ST.HALL- GD.BAGE. Masih saja sama, macet dan macet yang kami rasakan, perjalanan yang seharusnya kami tempuh dengan satu jam, kini berbuntut menjadi dua jam lebih. Oh Bandung kini telah menjadi Kota Metropolitan nampaknya, macet dimana-dimana, penuh sesak dengan kendaraan yang terus bertambah, kemanakah Bandung yang dulu ? yang sejuk udaranya, dipenuhi pohon-pohon yang rindang, dan tak sesak dengan kendaraan seperti sekarang. Tapi, kini kenyataan berkata lain pohon-pohon seolah hilang di telan pohon-pohon beton, udara pun seolah hanya asap kendaraan saja yang menghisasi hari-hari di Kota Bandung. “ Sudahlah mengapa juga aku harus memikirkan semua itu, toh itu bukan tugasku, itu tugas pemerintah yang harus memikirnkannya,” gumamku dalam hati.
Aku melirik jam tanganku, kuliahat waktu sudah menunjukan pukul 1 siang, tapi kami belum sampai juga ke tujuan kami. Tiba-tiba Hand Phoneku berbunyi “Kriing-kriing”, seketika aku langsung meraihnya di saku depan celanaku, setelah kulihat ada panggilan masuk dari BB Ojak, aku segera mengangkat telepon itu. “Halo , kamu masih di mana ? “ tanya dia, “ aku sudah di angkot Jak.” Jawabku, “ Oh, buruan , si Ayu sudah disini .” Kata Ojak dengan nada semangat, nampaknya dia juga sama ingin segera bertemu dengan kami. “ Sip, tunggu ya cuy, bentar lagi nyampe nih “ Pungkas ku mengakhiri pembicaraan singkat di telepon itu. Panggilan singkat itu semakin membuat rindu ini menggebu-gebu, seandainya aku menjadi burung ingin sekali aku bisa terbang dan sampai disana dengan cepat.
Ahirnya kami pun tiba di tempat tujuan itu, sebuah masjid yang cukup besar dan cukup megah, dengan arsitek ala masjid-masjid di timur tengah dengan dihiasi kaligrafi-kaligrafi arab yang amboi, indah dipandang. Ya, Masjid Al-Kautsar, yang terletak di Jln. Sumbawa, Bandung ini menjadi tempat persinggahan perantauan sementara sahabatku Ojak. Di tempat ini pula kami berempat berkumpul memadukan rindu yang sudah lama kami simpan. Tapi, bukan di masjid tempat orang-orang shalat sahabat, melainkan di sebuah ruangan pengap di sudut bangunan masjid disitulah kami berempat berkumpul.
“ Ayu, Ojak !! ” teriak kami berdua serentak dari kejauhan. Jangan heran sahabat, karena kami sudah lama tidak berjuma semenjak perpisahan sekolah Madrasah Aliyah dulu. kini kami di pertemukan di disini seolah rasa rindu ini meledak bak meriam yang ditembakan. Senyuman terpancar di wajah mereka, nampaknya mereka sudah lama menunggu kedatangan kami. Keceriaan terlihat terpancar di wajah kami, ketika kami saling bercerita ,bercanda, bertukar pengalaman masing-masing ketika berada di Bandung.
Aku menatap dalam-dalam wajah kedua sahabatku ini, tak ada perubahan yang kurasa, hanya kulit mereka saja yang semakin putih semantara aku masih sama dari dulu, kulit sawo matang yang kusebut ini kulit eksotis. “ Kamu gondrong ya sekarang “ ucap Ayu pelan, seketika aku kaget dengan pertanyaan itu dan langsung mengalihkan pendanganku padanya. “ hehe sudah 6 bulan yu, aku belum cukur rambut, tapi tetep cakepkan” jawabku sambil tersenyum ceria. “ Iya iya deh , biar cepet,” ucap ayu , sambil tersenyum memamerkan pipinya yang lesung. “Enak ya, kalau melihat orang cakep senyum, membuat hati ini menjadi sejuk dan damai,” petiku dalam hati.
Hari sudah semakin sore, waktupun yang ahirnya memisahkan kita. Tapi, hati ini rasanya tak mau berpisah dengan kalian sahabat-sahabatku. Masih banyak cerita dan pengalaman hidupku yang belum kuceritakan. Ahirnya, dengan berat hati kami pun harus berpisah menuju peraduan kami masing-masing. Bersama hujan yang turun menemani perpisahan ini. Aku berkata pada diriku sendiri, bila suatu saat nanti kami di pertemukan kembali, rasanya aku ingin sekali menghentikan sang waktu supaya tidak ada perpisahan lagi diantara kita.
“ Untukmu rinduku,
Berat beban pikiran ini,
Berderet cerita di ujung nestapa,
Di tempat itu, di sudut masjid itu,
Aku mulai mencari kepingan rindu,
Waktu seolah mematikan rasa,
Cinta yang hanyut begitu indah membelai indera,
Rasa ini aku yang kuasa,
Tapi ku tak kuasa mengungkap rasa,
Rasa ini hanya miliki kita.”
*Tulisan diatas ku peruntukan pada kalian sahabatku yang sedang merantau di Bandung dan semoga kalian sehat selalu.
Karena kalianlah aku mengerti arti sebuah persahabatan*
Agung Taufiq Yusuf
Abdul Rojak
Rahayu Pratidina
Ridwan Setiawan
Sally Aisyah Amini
Siti Rahmawati
No comments:
Post a Comment